Senin, 30 April 2012

Mengandalkan Rasa

Mengandalkan rasa 
Kadang bisa menimbulkan petaka...

Berapa banyak persaudaraan hancur karena mengandalkan rasa?
Bicara dan tingkah yang biasa dirasa jadi tak biasa..

Berapa banyak persahabatan putus karena mengandalkan rasa?
Bicara dan tingkah yang biasa bisa dirasa jadi tak biasa..

Berapa banyak pernikahan kandas karena mengandalkan rasa?
Bicara dan tingkah yang biasa bisa dirasa jadi tak biasa..

Mengandalkan rasa
Kadang bisa menimbulkan petaka...

Menyandingkan rasa dengan logika
Mungkin akan membuat segalanya terasa lebih bisa diterima..

Berapa banyak persaudaraan yang bisa disusun kembali... tanpa mengandalkan rasa?
Berapa banyak persahabatan yang bisa dirangkai kembali... tanpa mengandalkan rasa?
Berapa banyak pernikahan yang bisa diarungi kembali... tanpa mengandalkan rasa?

Mengandalkan rasa
Kadang bisa menimbulkan petaka..

Ada banyak alasan untuk menyandingkan rasa dengan logika...
Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar bisa menyandingkan rasa dengan logika...

Kita adalah manusia yang tak bisa hidup sendiri...
Kita adalah manusia yang tak suka hidup dalam sepi...
Kita adalah manusia yang tak bisa hidup tanpa ada peduli...

Mengandalkan rasa
Kadang (memang) bisa menimbulkan petaka...

Memahami bahwa manusia bukan cuma kita
Memahami bahwa manusia membawa ciri khas yang berbeda 
Memahami bahwa manusia punya cara pikir yang tak sama
Memahami bahwa manusia memiliki latar belakang kehidupan dan budaya 

Semua akan membawa kita untuk tidak mengandalkan rasa
Semua akan membawa kita untuk berada pada kondisi setara
Semua akan membawa kita untuk hidup dengan bahagia
Karena kita bisa menerima sesama kita apa adanya...

Mengandalkan rasa
Kadang bisa menimbulkan petaka...

Meskipun kita juga tak boleh lupa,
Bahwa rasa lah yang akan melembutkan jiwa...
Bahwa rasa lah yang memanusiawikan logika...
Bahwa rasa lah yang membuat hidup jadi penuh warna...

Maka, meski kita tak mengandalkan rasa
Kita tetap harus mengasahnya...
Sesuai prioritas dan kadarnya...
Sesuai kebutuhan dan penempatannya..

Karena kita manusia
Yang punya rasa dan logika...




(mari bersihkan ghil dan su'udzhon dari diri kita)




Kamis, 26 April 2012

Hidup Kita Tak Tergantung

Hidup kita tak tergantung pd siapapun..tidak pd orang tua kita, karena tak ada pahala warisan dan dosa warisan..tidak pd pasangan hidup kita, karena para Nabi yang istrinya ingkar pun tak dapat menyelamatkan sang istri..tidak pd anak kita, karena anak yang tak sholih tak akan bisa memberikan do'a yang bermanfaat pd kita.. 
Hidup kita adalah milik kita..yang ketika kita mengisinya dengan benar, maka kitalah yang akan menjadi tempat bergantung..ilmu yang bermanfaat yang terus diamalkan, malam2 sujud kita, alunan ayat2 Al Qur'an yang kita baca, upaya tahfidh kita, belajar bahasa Al Qur'an sedikit demi sedikit dan melatih tulisannya, bakti pd orang tua, suami dan mendidik anak2 kita, serta berdakwah kecil2an..adalah sebagian upaya yg bisa kita lakukan, tanpa perlu pengakuan..
Sehingga dengan perkenanNya, orang tua kita akan mendapat keringanan dengan do'a kita..suami kita mungkin juga akan bisa belajar dari istrinya dan bertambah ridho pada Robbnya dengan perantaraan sang istri..anak kita akan menjadi anak2 sholih yg cintanya pd ibunya akan membuatnya mencintai Allah, membuatnya mencintai Rosulnya, membuatnya mencintai Islam..anak yang meminta disimak hafalan Qur'annya krn begitu masuk SD dia telah meninggalkan iqro' jilid 6..anak yang meminta dicarikan guru ngaji yg akan membimbingnya untuk bergerak bersama Islam..anak yang memimpikan bisa mendaftar menjadi bagian dari orang2 baik di sebuah organisasi yg terkenal di dunia dengan perjuangan keislamannya..anak yg semoga dapat memberikan bantuan do'anya ketika kita sudah tiada.. 
Maka hidup kita tak tergantung pd siapapun..semua ilmu,semua amal,semua kestabilan kondisi kejiwaan kita,hanya kita sendirilah yang harus mencari, menggali dan memupuknya..maka mengisi hidup tak perlu menunggu ada sesuatu, menunggu ada apa2 dan menunggu ada siapa2..binti siapa dan nyonya siapa, tak akan berpengaruh untuk kita.. 
Tak ada siapa dan apapun yang patut kita banggakan, karena perjuangan masih terus berjalan dan hanya harapan akan rahmatNya sajalah yang kita andalkan supaya semua sisa usia kita bisa tetap berada dalam kebaikan hingga akhirnya..kebanggaan hanyalah saat kita yakin di yaumul hisab nanti, Allah tentukan kita menerima catatan dari sebelah kanan dan kita dapat melalui 'sirooth' (jembatan) dengan selamat..

Anak Tak Bisa Memilih

 


Anak tak bisa memilih, lewat rahim siapa dia akan dilahirkan ke dunia..
Anak tak bisa memilih, siapa yang harus menjadi ayah dan ibunya..
Anak tak bisa memilih, dalam lingkungan seperti apa dia akan dibesarkan..
Anak tak bisa memilih, anak tak pernah memilih..

Ketika anak tak bisa memilih, orang tua bisa..
Ketika anak tak punya pilihan, orang tua selalu punya...
Maka, membuat pilihan yang tepat adalah tugas orang tua..
Maka, menggunakan logika tanpa memperturutkan rasa adalah kewajiban orang tua...

Jika rasa pernah menguasai kita dalam memilih pasangan hidup..
Maka membuat akal menguasai kita setelah hidup berdampingan adalah sebuah keharusan..
Kapal yang mengarungi samudera akan mengalami bahaya ketika diserahkan pada nakhoda yang hanya mengandalkan rasa..
Kapal yang diterpa badai tak akan keluar dari bahaya ketika nakhoda tak menggunakan logika..
Kapal tak akan lagi berlayar karena karam ketika ada dua nakhoda yang mempunyai logika yang berbeda, yang selalu mengedepankan rasa di atas logika..

Lalu tengoklah..
Korban-korban yang berjatuhan..
Isak tangis manusia-manusia mungil, yang tak bisa bicara..
Yang tak tahu harus bicara apa..
Yang tak pernah diberi kesempatan untuk bicara mengapa..
Ketika orang tua tercerai berai karena ditunggangi amarah sehingga mengedepankan rasa..

Lalu lihatlah..
Anak-anak yang berjauhan..
Hidup tak lagi dalam pelukan kasih sayang..
Mencoba mengais kasih dari keluarga dekat namun tak didapat..
Mencoba mempertahankan belas kasihan dengan melumuri tangan, tubuh dan kaki mereka
dengan beratnya beban hidup dan pekerjaan..
Meski telapak tangan kapalan dan letih mendera..
Walau tonjolan urat bermunculan sebagai balasan sesuap makanan dan seteguk minuman..

Kemudian perhatikanlah..
Sosok mereka yang kecil, yang tak tertangkap mata dan luput dari perhatian..
Saat niat jahat mulai merasuk, tak ada yang dapat menghalau agar tak hinggap menjamah mereka..
Maka kecemasan, kegelisahan, dan ketakutan mereka tak dapat menemukan tautan..
Teriakan minta tolong, saat tubuh mungil mereka yang lemah dicabik-cabik oleh angkara murka..
Tak mampu menerobos ruang dengar kita...


Saat air mata mengalir dan darah membasahi sekujur tubuh..
Saat tinggal kepasrahan dan songsongan malaikat maut yang menjemput dengan senyum cinta kasih..
Saat itu kita tengah bergulat dengan urusan kita..

Ketika jasad kaku terguyur curahan hujan yang berduka menyaksikan angkara..
Ketika itu kita baru tersentak..
Ketika tubuh ahli surga itu ditemukan...
Ketika itu barulah isak tangis penyesalan kita bersahut-sahutan...

Maka kita kemudian mencari pembenaran diri..
Maka kita kemudian mencari kambing hitam kepada siapa kesalahan dapat dilimpahkan..
Maka sesungguhnya, kita orang tualah yang harus paling banyak sadar dan belajar..

Anak tak bisa memilih..
Seandainya anak bisa memilih, dia akan tetap ingin bersama ayah dan ibunya..
Walau belum tentu ayah dan ibu adalah ayah dan ibu ideal yang sesuai dengan harapannya..
Dia ingin mengulum senyum setiap hari dan melantunkan do'a:
           "Robbighfirlii waliwalidayya warhamhumma kamaa robbayaani shoghiiro ..".
Duhai Tuhanku, ampunilah kedua orangtuaku dan kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mengasihi aku di saat aku masih kecil..


(catatan kenangan untuk ananda di Tl. Kelapa: "Allah lebih mencintaimu, sayang..")


Masa-masa Ketika Ku Mencinta

Pada suatu masa, ku pernah merasa hatiku mencinta..Hati bergejolak diterpa gelombang dahsyat, laksana badai samudera yang menggila..Aku laksana pelaut yang gelisah, namun selalu merindukan badai yang menghentak-hentak itu .. Lalu akalku bertanya: " akankah dia mampu mencintaiku sedahsyat aku mencintainya?".. 

Pada suatu masa, ku pernah merasa aku dicinta.. Dengan cinta laksana badai samudera yang menggila...Aku laksana pelaut yang takut, namun selalu terbuai pada badai yang menghempas itu..Lalu akalku bertanya:" akankah aku mampu mencintainya sedahsyat dia mencintaiku?".. 

Melalui beberapa masa, aku terus melalui gelombang dahsyat badai samudera yang menggila..Laksana pelaut yang tak ingin bertemu badai namun, tak bisa tidak, harus terus mengarungi samudera..Rasa di hati dan akalku terus bertanya..Ada saat ingin ku mengikuti rasa di hati, namun akalku tak pernah bisa mengizinkan..Mungkin tak ingin hegemoninya terkalahkan..

Perjuangan memadukan hati dan akal, ku akui, bukan perjuangan mudah..Hingga kesadaran menyapa.. Hatiku merasa bahwa aku tak akan sanggup menerima jika cintaku yang dahsyat, laksana badai samudera, hanya akan berbalas cinta yang biasa dan sekedarnya..Akalku pun berkata aku mungkin takkan pandai membalas cinta dahsyat yang menggulung laksana badai samudera..

Aku hanyalah manusia biasa, aku bukan pelaut  yang pandai 'menaklukkan' dan siap 'ditaklukkan' oleh badai samudera...Karenanya, kurasa aku hanya memerlukan cinta yang biasa..Sebab, aku hanya mampu mencintai dengan biasa pula..

Cinta yang tenang, setenang samudera setelah badai reda..Cinta yang tenang, namun menghanyutkan..Cinta sepanjang masa, yang jika ku ikuti terus dengan sabar, maka aku akan makin terjebak dan tenggelam semakin dalam.. Cinta yang tidak akan membunuhku karena aku akan mampu menyampaikan apa kata hatiku.. Cinta yang akan merengkuhku tanpa ragu ketika aku terbawa pusaran arus..Cinta yang saling memberi dengan kesadaran dan kesetaraan.. Cinta yang tak perlu membuatku cemas tergilas badai.. Cinta yang membuatku berdiri tegak karena aku pun bisa memberi cinta..

Cinta yang akan membuat aku dan dia bisa melintasi batas-batas dunia, melewati perubahan fisik dan usia..Cinta yang diramu karena nilai juang, di dalam nilai juang, untuk nilai juang dan  memelihara nilai juang..Cinta yang ku harap akan terus berlanjut hingga batas usia memisahkan.. Cinta yang akan mengantarkan aku pada kejernihan tujuan dan prioritas utama hidup..Cinta yang mudah-mudahan akan mendatangkan keridhoanNya..Cinta yang bukan sekedar cinta..Cinta yang bisa membawa pada muara kebenaran, yang ingin senantiasa mengalirkan fitrah kesucian...

Pada suatu masa, aku merasa hatiku mencinta..
Pada suatu masa, aku merasa aku dicinta..
Cinta yang biasa..
Cinta yang apa adanya, tanpa berpura-pura..
Cinta yang bukan pada urutan yang pertama..
Cinta yang sampai hari ini masih ada..

Hingga pada suatu masa, aku ingin hatiku tetap mencinta..
Hingga pada suatu masa, aku ingin merasa aku dicinta..
Dengan cinta yang biasa..
Yang akan terus bergulir..
Hingga tiba masanya, saat masa telah tiada..


 (ku dedikasikan ini untuk kalian yang tengah memilih cinta, 'pilihlah tanpa mengandalkan rasa'..dan kalian yang telah berdampingan karena cinta, 'jagalah cinta yang ada, jangan pernah meninggalkan karena mengandalkan rasa'..pilhan dan penjagaan akan menentukan kesudahannya..)